Halaman

Sabtu, 13 April 2013

Kematian Sumber Daya Alam.

Di Maluku - Indonesia ini, adalah kemewahan untuk menghirup hawa kehidupan. Rumputan bersemi, kuncup merekah, padang dan pegunungan berlukiskan mawar dan emas dalam kembang-kembang aneka-warna. Udara sarat kicau burung, dialiri hawa manis pohon salawaku, semerbak pohon cengke dan pala. Anak-anak ikan takkan henti-hentinya membuka matanya lebar-lebar, berenang mengikuti arus lautan, tercabut dari tubir melambung ke udara bersama ombak yang meninggi.

Jika malam tiba, di kegelapan yang hampir transparan bintang-bintang mencurahkan sinarnya yang sungguh rohaniah. Di bawah semua itu, orang-orang Maluku terasa bagai kanak-kanak yang bola bumi raksasa [Sumber Daya Alam] adalah mainannya. Malam benar-benar sejuk, dan seolah bumi ini [Sumber Daya Alam] selalu dimandikan dengan air keringat orang-orang Maluku. 

Kini orang-orang Maluku mesti menyiapkan matanya untuk menyambut rekah fajar yang jauh dari warna jingga. Orang-orang Maluku dipaksa menghormati suatu kebohongan yang lebih tinggi dari eksistensi dasarnya. Betapa luas - sungguh kaya; dalam kesuburan tanahnya, dalam bentangan lautanya yang dapat dilayari, dalam pegunungannya yang menyimpan logam, dalam rimba-rimbanya yang menyuguhkan kayu-kayuan, dalam daya dan jalur cahayanya, daya tarik dan kehidupannya; semua itu tak sia-sia ditaklukkan dan dinikmati oleh pikiran dan batin orang-orang besar. Sang penanam modal, sang pengusaha, sang pemerintah bebal, sang P dan T dengan huruf besar, dan sang-sang terselip namun eksis. Begitulah orang-orang besar menamakan diri mereka di dalam bola bumi raksasa [Sumber Daya Alam] yang menjadi mainan masa kanak-kanaknya orang Maluku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates