Senin, 23 Januari 2012
"HARAP"
Dibujuk alunan musik klasik,
aku lalu harus menutup jendela hidupku.
Ditemani secangkir kopi,
aku lalu harus mengutuk hari kelahiranku.
Pohon di depan mata menjadi kering
kaku tak bernyawa
lalu senja pun bercahaya kepahitan
maka irisan derita semakin memadai.
Ruang petualangan mencari kebebasan terkikis habis
cinta sebagai anugerah telah menjadi persaingan,
persaingan perasaan yang dipenuhi kotoran manusia,
sungguh hidup yang malang.
Dan kemudian, ada bidadari yang menghampiriku.
Aku terkejut, menatap dengan mulut terbuka mengira bahwa ia penuh cinta,
namun ternyata bidadari itu sangat angkuh dengan sayapnya
dia menyumburkan kata yang penuh maut
meniupkan kesombongan dalam kecantikannya.
Tapi tak apa! aku merasa nyaman dengan sumburan serta tiupannya
aku bahkan tak pernah menyesal telah dihampirinya.
Lalu aku hanya dapat berkata, sungguh tak ada kata yang dapat menggambarkan betapa istimewanya bidadari itu.
Aku tak peduli dengan apa yang terjadi, yang pasti aku merasa nyaman ketika bisa saling bertutur dengannya.
Terima kasih bidadari, engkau telah membuat aku menghargai hari kelahiranku,
engkau telah menyiram air hidup di depan mataku, sehingga pohon kering menjadi mekar.
Engkau telah membuka jendela hidupku, meski hanya sedetik.
engkau telah memandikan senja dengan parfum, sehingga cahaya pahit nyaris redup.
Dan engkau telah membuatku menjadi tahu arti penting cinta.
Kepakkanlah sayapmu, dan terbanglah menuai cinta yang kau kehendaki.
aku masih di sini, menunggu di dinding lorong yang sunyi
aku berharap engkau bisa mengajariku terbang.
Tapi sudalah itu hanya inginku yang tak lebih dan tak kurang sama seperti pengembara di padang pasir, yang saat badai tiba tak ada yang tersisa, selain "HARAP"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar