Senin, 18 Juli 2011
Go Green
Pasca konflik kemanusiaan yang berlangsung di Maluku sejak tahun 2004 hingga sekarang, nampaknya memberikan implikasi yang merugikan bagi tatanan kehidupan masyarakat Maluku pada umumnya dan masyarakat Kota Ambon pada khususnya. Salah satu implikasi yang begitu menonjol dalam kehidupan masyarakat kota Ambon adalah segregasi penduduk berdasarkan basis komunitas agama yang kemudian berdampak pula pada pola-pola relasi yang terbangun dalam masyarakat.
Segregasi penduduk itu sendiri telah menghadapkan kota Ambon pada beberapa persoalan mendasar, seperti sanitasi lingkungan yang tidak sehat, penumpukan sampah, pencemaran lingkungan dengan limbah rumah tangga sebagai akibat dari pembangunan rumah-rumah penduduk yang baru.
Selain itu, upaya mempertahankan hidup (aspek ekonomi) di atas pemukiman yang baru, ditempuh dengan pembangunan home industry yang tidak memperhitungkan dampaknya bagi lingkungan hidup sekitar.Realitas ini dijumpai pula pada kawasan Mardika (tepatnya “Halong Mardika”), Kota Ambon. Jika sebelum konflik Maluku, kawasan ini terkenal dengan lingkungannya yang rapi, bersih, tertib serta interaksi sosial yang berlangsung dengan baik, tetapi setelah konflik Maluku, kawasan ini memperlihatkan wajah yang tidak enak dipandang.
Berpindahnya sebagian penduduk Halong Mardika ke kawasan lain yang dianggap tenang selama dalam konflik, disertai dengan penjualan tanah-tanah mereka, mengakibatkan arus pendatang di kawasan Halong Mardika itu berlangsung pesat.
Para pendatang itu tidak hanya membangun rumah untuk tempat tinggal saja, melainkan juga mereka membangun home industry sebagai mata pencaharian mereka. Selain itu, deretan rumah kost pun terbangun di kawasan Halong Mardika. Fenomena ini kemudian memunculkan masalah serius terhadap lingkungan.
Beberapa fakta yang dirasa perlu untuk diuraikan dalam bangunan Term Of Reference ini sebagai dampak dari pembangunan pemukiman baru, pembangunan home industry serta rumah kost di kawasan Halong Mardika, dan sekaligus menjadi perhatian serius berbagai komponen dalam rangka menanggulanginya, antara lain : tersumbatnya saluran air (got) yang berdampak banjir di saat hujan, adanya tumpukan sampah yang berlebihan, infrastruktur jalan yang porak-poranda, kepadatan penduduk di mana ada sebagian penduduk berstatus “liar” alias tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta lingkungan yang terlihat gersang.
Secara khusus, fakta kehadiran home industry (pabrik tahu) yang didirikan oleh para pendatang, pertokoan, pedagang kaki lima serta penjual makanan keliling di kawasan Halong Mardika harus mendapat penanganan khusus.
Dari segi kesehatan, “home industry” memberikan efek yang membahayakan bagi masyarakat setempat. Misalnya, kotoran atau limbah dari hasil produksinya mempengaruhi sistem pernafasan dari warga sekitar, polusi suara, bahkan polusi air telah menjadi dampak dari kehadiran “home industry” ini. Padahal keberadaan home industry dalam suatu areal pemukiman, harus mendapatkan izin usaha dari pemerintah Kota Ambon. Dan pemberian izin itu juga sudah harus memperhitungkan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Terkesan, home industry yang berada di kawasan Halong Mardika tidak memiliki izin, sehingga legitimasi usaha mereka tidak kuat secara hukum.
Selain itu, para pendatang yang bekerja sebagai pedagang di kawasan Halong Mardika, tidak memiliki tempat sampah untuk membuang bungkusan atau kotoran yang dihasilkan dari jualan mereka. Akibatnya kawasan Halong Mardika juga dipenuhi dengan sampah atau kotoran yang bertebaran di sana-sini.Realitas suram yang menimpa kawasan Halong Mardika harus disikapi secara arif melalui aksi-aksi sosial sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi penataan lingkungan setempat.
Kegelisahan akan wajah lingkungan di kawasan Halong Mardika yang sudah sangat memprihatinkan itu, kemudian mendorong Angkatan Muda GPM Cabang Betel sebagai sebuah organisasi kader dan pelayanan untuk terlibat dalam aksi-aksi sosial yang bertujuan untuk menata kembali kawasan Halong Mardika sehingga terlihat bersih dan rapi. Keterlibatan Angkatan Muda GPM Cabang Betel dalam aksi sosial dimaknai sebagai refleksi imannya di tengah kerusakan lingkungan yang sangat akut, sembari menghadirkan pemulihan lingkungan demi kesejahteraan bersama. Aksi-aksi sosial itu tidak bermaksud untuk menutup semua peluang usaha yang sudah dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat yang sementara bermukim di kawasan Halong Mardika. Akan tetapi aksi sosial ini dilakukan dalam upaya memperbaharui saluran air (got) yang sudah tersumbat oleh sampah penduduk, penataan jalan masuk ke dalam pemukiman Halong Mardika, pembuatan gapura, penyediaan tempat pembuangan sampah, menggerakan masyarakat di kawasan Halong Mardika untuk menjaga kebersihan lingkungan, serta penataan home industry yang berada di kawasan Halong Mardika dalam koordinasi bersama dengan Lurah.
Selain tujuan utama aksi sosial ini untuk menata lingkungan Halong Mardika supaya tetap bersih, rapi dan sehat, akan tetapi seluruh gerakan penataan lingkungan yang dimotori oleh Angkatan Muda GPM Cabang Bethel ini pun dilakukan dalam kerangka menggemakan perdamaian di masyarakat, secara khusus di kalangan pemuda Halong Mardika dan Pemuda Batu Merah. Dengan kata lain, Angkatan Muda GPM Cabang Bethel, secara kreatif berupaya menjadikan seluruh gerakan penataan lingkungan ini sebagai media untuk membangun rekonsiliasi atau perdamaian di kawasan Halong Mardika dan Batu Merah. Karena itu, kegiatan aksi sosial untuk menata lingkungan Halong Mardika dilakukan secara bersama-sama dengan pemuda Batu Merah.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya sadar Angkatan Muda GPM Cabang Bethel untuk mengawal ikatan-ikatan damai yang sudah terbangun dalam masyarakat pasca konflik, sekaligus menggerakan perdamaian itu pada basis masyarakat, dan bukan pada basis elit yang terkesan tidak mengakar dalam masyarakat itu.
Peristiwa ricuh yang terjadi pada tanggal 23 Januari 2011 yang melibatkan pemuda Mardika dan Batu Merah menjadi bukti betapa potensi konflik di masyarakat semakin terbuka sebagai akibat dari upaya-upaya damai yang hanya berlangsung di kalangan elit dan tidak menyentuh sampai pada level masyarakat. Dengan demikian, kampanye-kampanye damai itu harus benar-benar digerakan oleh masyarakat itu sendiri, sehingga kebekuan-kebekuan relasi dan komunikasi dalam masyarakat dapat dicairkan.Upaya merajut damai melalui penataan lingkungan yang melibatkan Angkatan Muda GPM Cabang Bethel dan pemuda Batu Merah adalah strategi untuk mencairkan kebekuan komunikasi, sekaligus menjadikan isu lingkungan sebagai isu bersama untuk disikapi dalam rangka menyelamatkan lingkungan hidup dari ancaman kepunahan.
Isu lingkungan ini dipakai sebagai media perdamaian sebab semua umat beragama, baik Isalam, Kristen maupun agama-agama lainnya terpanggil untuk mewujudkan lingkungan yang bersih, rapi dan sehat sebagai sebuah rumah bersama yang penuh kedamaian dan kesejahteraan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar