Minggu, 31 Juli 2011
BERTAPA di TENGAH KERAMAIAN SAMPAH (Kalesang HalongMardika) Edisi I, II, dan III
Tidak semua orang di dunia ini yang memiliki motivasi, rasa, bahkan tindakan yang sama. Apalagi kalau motivasi, rasa, dan tindakan itu menuju pada sebuah kepedulian bagi Alam. Saya sangat yakin bahwa, di hari ini (Minggu 31 Juli 2011) tepatnya di Kota Ambon banyak sekali orang yang mengisi waktunya untuk terlelap dalam mimpi, alias “polo bantal”. Namun ada juga orang-orang yang pada hari ini terkena musibah, bersantai menikmati hidup, berlibur, mencari nafkah, mabuk, dan sebagainya. Dan barangkali benar bahwa semua hal ini disebabkan karena hujan yang berkepanjangan di kota ini (Ambon). Namun demikian dari beberapa deretan peristiwa-peristiwa di atas ini, saya bersama teman-teman yang tergabung dalam AM GPM, sekaligus sebagai pemuda di HalongMardika tetap berinisiatif dan termotivasi untuk menjalankan tugas kami sebagai bentuk dari rasa cinta di antara cinta bagi Alam (lingkungan). Kami bergerak untuk mengisi hari libur (hari Minggu) kami dengan cara bersih lingkungan.
Saya menyadari bahwa, pada hari ini merupakan Minggu ketiga kami menjalankan kegiatan bersih lingkungan di dalam perkampungan HalongMardika. Dan saya baru bisa saja memuatnya dalam sebuah esai yang begitu kerdil. Tetapi di sini saya mencoba untuk menemukan suatu hal terkait tindakan nyata yang telah saya bersama teman-teman lakukan. Namun sebelum mengatakan hal yang saya temukan itu ada baiknya saya menceritakan kegiatan bersih lingkungan pada Minggu pertama, kedua, dan ketiga, ditamba hambatan-hambatannya yang semuanya itu didisain dalam bentuk abstaksi belaka.
Langkah adalah konsepsi manusia yang superintens. Dalam pengertian, melangkah untuk bertindak melakuan suatu hal dengan intens merupakan sebuah proyek yang mulia. Apa pun tindakan itu, apa pun yang dilakukannya itu, baik yang mendatangkan kebaikan ataupun juga kejahatan merupakan sebuah keutuhan manusia sebagai subjek aktif. Sebab, manusia tentunya merupakan pelaku sejarah, dan hal ini biar bagaimanapun juga jika diperhadapkan dengan praksis, maka akan memodifikasi manusia untuk memulainya dari waktu ke waktu. Peduli terhadap jagat Alam ini, atau lebih tepatnya melakukan tindakan bersih lingkungan merupakan suatu hal yang paling tidak akan membawa manusia pada titik kejenuhan. Apalagi kalau bersih lingkungan itu dilakukan secara rutin. Tetapi orang-orang yang tiba-tiba ada pada titik kejenuhan itu sesungguhnya sementara menjadikan diri mereka sebagai seorang peniru, bukan pelaku. Artinya, aksi membersikan lingkungan itu hanya terlaksana karena ada unsur keterpaksaan, bahkan mungkin ada intimidasi secara halus. Jadi mereka yang tiba pada titik kejenuhan sewaktu melakukan aksi bersih lingkungan itu merupakan orang-orang yang motivasinya tidak jelas, dengan kata lain melakukan bersih lingkungan bukan murni lahir dari sebuah kesadaran yang terdalam, namun dari sebuah praktek ikut-ikutan yang kendor dan dangkal.
Di samping itu, AM GPM, lagi pemuda di perkampungan HalongMardika pun tidak terlepas dari unsur yang telah dikatakan tadi bahwa, ada yang melakukannya (melakukan bersih lingkungan sebagai wujud kecintaan pada jagat Alam raya) dengan sebuah keberadaan diri yang terpaksa, ikut-ikutan, peniru, yang dibingkai dalam sebuah motivasi yang dangkal, bukan karena sadar. Tetapi akhirnya saya perlu untuk mempertegas kembali bahwa, itulah manusia yang tentunya tidak memiliki visi yang sama, rasa yang sama, bahkan tujuan yang sama. Dari hal inilah, maka upaya untuk bertindak mengatasi keburukan lingkungan memerlukan sebuah kecakapan yang tinggi dalam memotivasikan seseorang lewat dialog terdidik. Hal ini yang akan dilakukan oleh AM GPM dan pemuda di perkampungan HalongMardika, meskipun dalam kenyataannya tidak semua potensi yang terlibat. Namun demikian, representasi telah ada tinggal mencari stategi yang tepat saja untuk menjadikannya sebagai sebuah sistem yang mapan. Agar semua potensi dapat digerakan secara bersamaan.
Tampaknya itulah hambatan-hambatan yang saya temui selama tiga kali melakukan bersih lingkungan pada hari Minggu di dalam perkampungan HalongMardika. Yang mana tidak semua orang melakukannya karena ada kerinduan yang dalam terhadap alam. Namun sudah, kita tinggalkan saja hambatan itu. Sebab bagi saya, siapa yang hidup dalam kebaikan kodratnya hidup dalam cinta Alam (terlepas dari cinta Tuhan) dan cinta sama sekali tidak mempunyai alasan mengapa.
Pada Minggu pertama tepatnya pada tanggal 17 Juli 2011, kami (saya dan teman-teman) yang tergabung dalam AM GPM Cabang Bethel, lagi pemuda HalongMardika, dan beberapa adik-adik saya dari UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku) memulai menjalankan aksi bersih lingkungan. Di saat itu kami cukup padat, dalam pengertian banyak sekali teman-teman yang aktif bekerja untuk membersikan perkampungan di HalongMardika. Dan di saat kami melakukan aksi itu, ada beberapa penduduk asil HalongMardika yang menyambutnya dengan ceria, bangga, bahkan terlibat bersama-sama kami dalam aksi itu. Pertanyaannya mengapa mesti membersihkan lingkungan di HalongMardika? Bukan di tempat lain? Saya kira jika para pembaca pernah membaca tulisan saya (“Menghayati Kembali Pengharapan HalongMardika”, dan Nafas Para Pedangan dan Sikap Alam HalongMardika, dll yang tidak sempat saya sebutkan), maka akan tahu dengan sendirinya, mangapa mesti HalongMardika. Disadari HalongMardika memerlukannya, memerlukan aksi itu, memerlukan penanganan yang serius terkait lingkungannya yang begitu memprihatinkan, serta mendesak untuk diatasi.
Lebih daripada itu, setiap pemerhati lingkungan akan tahu dengan sendirinya bahwa, HalongMardika benar emergency lingkungannya. Itulah sebabnya, kami (AM GPM Cabang Bethel, lagi pemuda HalongMardika, dan adik-adik dari UKIM) bertindak lewat aksi nyata untuk membersihkan lingkungan di situ. Fenomena-fenomena yang dijumpai sewaktu beraksi memungkinkan apa yang telah saya sampaikan lewat hambatan-hambatan di atas itu benar-banar ada. Namun akhirnya, selesai juga aksi kami pada hari itu. Meskipun tidak memperoleh banyak perhatian dan kepedulian dari masyarakat setempat, hanya sebagian kecil saja yang memberih perhatian, lagi kepedulian itu. Sebab, hanya sedikit orang di HalongMardika yang tahu bagaimana cara berjalan-jalan di Alam bebas. Dan andai di saat itu ada yang mengatakan pada saya bahwa dirinya sangat mencintai alam, jelas saya langsung tahu bahwa dia sama sekali tidak cinta. Lebih baik saya berjalan ditemani seekor anjing, ketimbang harus mendengarkan pernyataan itu. Namun demikian, kami (saya dan teman-teman) mesti merasa puas dengan awal aksi yang telah dilakukan. Kami pun beristirahat dan masing-masing kami ditemani segelas aqua dan sepotang kue. Itulah cerita pada Minggu pertama.
Pada tanggal 24 Juli 2011, kami kembali melakukan aksi yang sama, yakni, bersih lingkungan di HalongMardika. Masih tetap pada formasi yang sama, dalam hal ini jumlah dan fokus kami tidak berubah. Dengan cuaca yang mendukung kami pun memulainya, memulai melakukan aksi bersih lingkungan. Segala hambatan juga ditemui, tetapi tidak dapat sedikitpun mematahkan semangat kami dalam jeri juang mengembalikan harkat Alam HalongMardika. Terlepas dari hal itu, kami pun puas dengan hasil kerja kami. Setelah itu, kami duduk beristirahat serta mengevaluasikan segala kegiatan kami sambil masing-masing di antara kami ditemani secangkir kopi dan biscuit. Hari pun semakin diselimuti bulan, dan masing-masing di antara kami harus pamit pulang.
Selanjutnya pada hari Minggu, tepatnya pada tanggal 31 Juli 2011, aksi harus dilancarkan. Namun Minggu ini agak berbeda dengan Minggu pertama dan Minggu kedua. Sungguh cuaca sangat buruk (Hujan), dan formasi kami pun berubah dengan drastis. Kami hanya berjumlah lima orang, salah satu hanya berfungsi sebagai juru foto, dia adalah adik saya, Syannette namanya. Hehe!! Dengan modal payung demi mendapat hasil dokumentasi, Syannette mesti ada menemani kami yang sibuk mengurusi sampah sebagai juru foto. Tetapi ada nilai lain di situ. Meskipun kami hanya katakanlah bermodal empat orang (tidak termasuk adik saya), kami tetap menjalankan tugas kami sebagai bagian dari rasa peduli terhadap Alam ini. Kami mengeluarkan segala energi kami untuk menciptakan lingkungan HalongMardika yang bersih. Hujan terus menghantam kami hingga kuyup, kedinginan mulai menyusup dengan perlahan ke seluruh tubuh kami, namun kami tidak gentar menghadapinya. Dengan tujuan yang bulat kami mesti menyelesaikan tugas kami pada Minggu ini. Dan akhirnya selesai juga, meskipun tidak seperti yang kami inginkan. Tetapi paling tidak kami telah memperlihatkan superintens jiwa kami kepada Alam ini. Kami beristirahat dan tentunya juga ditemani dengan secangkir teh panas dan biscuit yang disajikan oleh adik saya, Syannette.
Dari keseluruhan cerita kerdil ini, saya tentunya tidak menemukan upah kerja dalam bentuk uang, saya juga tidak menemukan sponsor yang hebat dari setiap penduduk di situ, bahkan saya sama sekali tidak menemukan pujian yang berlebihan di situ, dan hal ini pun berlaku terhadap teman-teman saya. Sebab, dalam lubuk saya, yang saya cari juga bukan hal itu, uang, sporter, maupun pujian. Namun yang saya temukan dan inilah yang saya cari, yakni, nilai. Nilai akan akal sehat yang berjalin dengan kebenaran untuk peduli terhadap Alam ini, dan yang bila ditambahkan kata-kata, maka yang terucap adalah saya ingin menghirup hawa kehidupan puritan di HalongMardika. Saya ingin melihat dan merasakan rumputan bersemi, udara sarat kicau burung dan ada banyak aneka-warna hijau di situ. Inilah yang saya temukan dan ingin temukan. Saya tidak tahu dengan semua potensi teman-teman saya apakah memiliki visi yang sama dengan saya ataukah tidak. Tetapi saya berharap mereka kiranya bisa menyerupai saya. Sebab, saya perlu memberi batas terhadap teman-teman saya yang terlibat dalam aksi ini. Dalam hal ini batas tersebut berkisar antara teman selaku AM GPM Cabang Bethel, teman selaku pemuda di HalongMardika, dan teman sekaligus adik dari UKIM.
Kalau teman dalam batas AM GPM Cabang Bethel, saya takut kalau-kalau mereka hanya ingin mencapai kepenuhan program yang mereka rancang bersama saya. Ketika progam itu telah mencapai tujuannya, maka sampai di situ saja visi mereka, melebihinya tidak. Itulah yang ditakutkan oleh saya. Tetapi kiranya ketakutan saya itu hanya sebuah kebodohan belaka. Hal yang serupa juga berlaku bagi teman-teman dalam lingkup pemuda di HalongMardika. Namun kiranya saya salah besar dalam memahami jiwa mereka. Selanjutnya mengenai teman sekaligus adik-adik dari UKIM. Saya memiliki banyak pengalaman dengan mereka dalam hal bertindak mewujudkan keterpurukan menjadi nada manis. Tetapi biar bagaimana juga saya kuwatir terhadap mereka. Namun melebihinya selaku orang yang ber-ke-Tuhan-nan, kiranya itu menjadi urusan Tuhan. Karena saya pun tidak bisa menjangkaunya.
Dengan demikian, apa yang kita peroleh dari zaman ini biarlah menjadi sebuh dinamit yang siap meledakkan ketidakharusan, bahkan keterpurukan zaman. Dan biarlah apa yang telah dilakukan oleh saya dan teman-teman bisa menjadi sebuah sistem yang mapan di Kota Ambon. Dalam arti, bersih lingkungan setiap hari Minggu pada lingkup daerah masing-masing kiranya bisa terwujud di kota ini (Ambon). Agar semboyan MANIS E!! yang dikenakannya itu mutlak benar.
Akhirnya saya perlu menyampaikan terima kasih kepada keluarga saya yang selama ini telah mendukung saya. Terima kasih yang sama juga buat, teman-teman GO GREEN (AM GPM Cabang Bethel), pemuda HalongMardika. Dan terlebih lagi terima kasih yang handal kepada, Weslly Johannes, Ronni Tamaela, Yandri Lawalata, Stanley Ferdinandus, Virgino Masahida, Shuresj Tomalueng, Maryo Bernadus, dan George…
(bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ino, aduuuuhhhh kalo De di Ambon pasti De akan ikut turut tangan! Respect!!
BalasHapus