Ambon 20 September 2011. Seperti biasa saya berada dalam sebuah ruangan kerja di Balitbang Gereja Protestan Maluku (GPM). Kehadiran saya di situ bukan sebagai pegawai atau karyawan, atau bukan juga sebagai salah satu staf. Namun demikian, kehadiran saya di balitbang karena ingin ada bersama teman-teman dan bekerja sama dengan mereka yang saat ini telah menjadikan ruangan balitbang sebagai sebuah ruangan kerja untuk kepentingan perdamaian di Ambon. Barangkali, saya tidak tahu persis dengan tujuan saya yang selalu ada di ruangan itu, ketika konflik kembali terjadi di Ambon 11 September kemarin. Tetapi sepertinya, tujuan saya untuk ada bersama teman-teman, secara khusus ada bersama bapa Jacky Manuputty untuk memprovokasikan perdamaian di Ambon. Dan itu merupakan kepentingan saya. Sejauh itu, saya merasa tidak perlu lagi menjelaskan tentang kehadiran saya di balitbang. Karena yang pasti dalam kepastian keberadaan saya di situ untuk belajar bersama teman-teman. Secara khusus saya ingin belajar dari bapa Jac. Begitulah saya menyapa beliau.
Tidak ada yang terkesan manis saat ini di balitbang, namun ada suatu hal yang membuat saya terkesima ketika melayangkan biji mata pada sebuah papan tulis yang terpaku rapat, kaku di tembok ruang balitbang. Saya terkesima saat melihat di papan itu ternoda dengan ungkapan; “If you have come to help me, you are wasting your time. But if you have come because your liberation is bound up with mine, then let us work together!” (Jika Anda datang untuk membantu saya, Anda membuang-buang waktu Anda. Tapi jika Anda datang karena kebebasan Anda terikat dengan kebebasan saya, maka marilah kita bekerja bersama).
Ungkapan ini ditulis oleh bapak Jac di malam hari sewaktu kami semua sementara sibuk kerja mengurus keperluan pengungsi beserta datanya. Dan kami yang ada di situ tidak terlalu memfokuskan diri untuk menyerap arti dari ungkapan itu. Meskipun bapak Jac telah mengartikannya secara akurat bagi kami di malam itu. Terlepas dari situ, saya lalu baru saja menyadari akan ungkapan itu. Dan mencoba-coba, mulai dan mulai lagi memikirkan apa yang semalam dikatakan oleh bapak Jac. Bukan artinya, namun nilai dan maknanya. Itulah yang saya pikirkan. Sehingga saya merasa kalau seluruh saraf dialiri energi positif.
Apabila ungkapan itu dituangkan untuk masalah yang baru-baru saja melandahi Ambon, maka sangat bagus jika semua kita bisa memahami serta meresapinya sebagai sebuah vitamin yang superampuh. Bagi saya maksud dari ungkapan itu adalah bahwa, kita mesti benar-benar bebas dan membebaskan diri kita sendiri dari emosi, jika ingin membantu, bahkan menolong setiap orang yang terkenal dampak dari konflik Ambon 11 September. Siapapun orang itu. kemudian juga ketika kita ada untuk membantu orang lain, yang diharapkan kita mesti tulus tanpa syarat. Karena ada banyak sekali orang yang ingin membantu orang lain dengan sebuah paradigma; bisa memperoleh sesuatu dari upaya pertolongan yang dilakukan. Untuk itu, jika kita ada untuk memberi diri kita bagi kepentingan manusia, kita harus benar-benar siap dengan diri kita sendiri. Artinya, jika saya dan anda ada bersama-sama untuk saling membantu, maka saya dan anda mesti bersama-sama membebaskan diri dari berbagai bentuk kepentingan prematur yang menghancurkan. Sebab, jika tidak demikian, saya dan anda tidak akan pernah menemukan hakikat keberadaan diri di dunia ini.
Kita selaku manusia tentunya mengada di dunia dalam sebuah keberadaan yang bebas. Kita bebas untuk menentukan dan memilih apa saja yang kita inginkan. Tapi ketika kita telah memilih dalam kebebasan, maka dengan sengaja kita telah ada pada sebuah keberadaan yang terikat. Dan dalam keterikatan pasti ada konsekuensi yang tak dapat dihindari.
Kita bebas memilih untuk membeli sebuah handphone. Namun ketika kita telah memilih untuk membeli sebuah handphone berdasarkan selera, itu berarti kebebasan kita untuk memiliki handphone-handphone yang lain tak ada lagi. Kita telah terikat dengan pilihan handphone yang telah kita beli itu, dan mesti meninggalkan pendangan kita pada handphone-handphone yang lain. Di saat itu juga ada konsekuensinya. Dalam pengertian, kita mesti membeli pulsa atau voucher agar handphone yang kita miliki itu bisa aktif berproduksi. Itulah konsekuensinya, dan tidak bisa dihindari.
Jika saya datang dengan kebebasan saya untuk memilih melihat perdamaian di Ambon dan memusatkan diri saya secara superintens untuk memprovokasikan perdamaian di Ambon, itu berarti saya mesti meninggalkan hal-hal yang dapat mengganggu keberadaan jiwa saya. Saya mesti lebih dulu sepakat dengan pikiran, hati, bahkan seluruh jiwa saya. Keberadaan diri saya mesti baik, ketika ada dalam pilihan. Seperti misalnya, saya memiliki hati. Saya bebas menggerakkan hati saya ke mana saja yang inginkan. Tetapi dalam kebebasan menggerakkan hati, pada suatu titik, saya harus ada dalam sebuah kunci hati seseorang.
Di samping itu, ketika saya harus membantu orang lain, saya mesti mengalami sebuah transformasi diri secara mutlak atau mesti mengalami pembebasan dari dan dalam diri sendiri. Maksudnya, untuk membantu, saya harus dibebaskan dari maksud-maksud lain dibalik bantuan. Membantu harus tulus, tanpa keinginan-keinginan terhadap keuntungan-keuntungan lain, yang disembunyikan. Membantu adalah memberi diri. Memberi diri adalah pembebasan diri dari kepentingan-kepentingan pribadi, yang semata-mata berpusat pada keuntungan diri sendiri. Membantu adalah melayani. Melayani yang sesungguhnya adalah menyalibkan kepentingan-kepentingan pribadi terhadap berbagai kemungkinan keuntungan yang bisa diraih melalui bantuan yg diberikan.
Kadangkala cara kita untuk mambantu mereka yang terkena dampak konflik adalah sebuah cara yang begitu superior. Kita tanpa bertanya-tanya terlebih dahulu apa kebutuhannya, kita lalu dengan ganas menentukan sendiri bantuan seperti apa yang harus diberikan. Padahal belum tentu bantuan yang kita salurkan itu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh mereka yang sementara memerlukan bantuan atau pertolongan.
Di lain pihak, kebebasan untuk memilih terlibat secara langsung untuk memprovokasikan perdamaian di Ambon mengharuskan saya untuk meninggalkan semua kecurigaan yang bernada kamuflase. Saya mesti memilih untuk menghadirkan jiwa berkeprimanusiaan dalam kebebasan. Di saat itu juga saya akan terikat dengan keprimanusiaan yang telah saya pilih itu. Sementara konsekuensi dari hal itu ialah, saya tidak mesti melihat atau menerjunkan jiwa dan raga hanya untuk melihat yang seagama dengan saya saja. Namun demikian, saya harus melihat serta ada bersama-sama dengan mereka yang tidak seiman (yang lain). Ketika saya telah siap dengan diri saya sendiri untuk membantu orang lain, maka saya mesti mengosongkan diri, membebaskan diri dari kecurigaan yang berlebihan, fanatik yang meluap-luap, bahkan keegoisan yang berapi.
Karena berbicara mengenai Ambon dan perdamaiannya. Bahkan berbicara untuk menangani pengungsi di Ambon saat ini, itu berarti kita (saya dan anda) tidak bisa melihat pada satu sisi saja. Apalagi melihat pada satu agama, atau pada suatu suku saja. Tapi harus keseluruhan. Dan itu adalah prikemanusiaan. Dengan bentuk kata yang lain, memilih untuk memprovokasikan perdamaian di Ambon, melihat serta menangani pengungsi di Ambon, mengharuskan kita terikat dengan prikemanusiaan. Kita akan terikat bukan hanya pada satu, dua, atau tiga agama, dan suku saja. Lebih daripada itu, kita mesti melihat, merasakan, memegang dengan sungguh akan yang lain. Kita mesti ada dalam sebuah praksis (berpikir dan bertindak). Kita mesti berpikir dan bertindak memprovokasikan perdamaian dan terlebihnya menolong satu sama lain. Bukan melihat yang satu saja serta mengabaikan yang lain.
Dengan demikian, dalam setiap kebebasan ada pilihan. Baik pilihan untuk memprovokasikan perdamaian atau pilihan untuk memprovokasikan permusuhan. Namun dari setiap pilihan itu ada konsekuensinya, yang biar bagaimanapun juga tidak dapat dihindari. Jika memilih untuk memprovokasikan perdamaian secara terus-menerus, berkelanjutan tanpa ada tepiannya (menolong Ambon, lagi warganya), maka konsekuensinya; diri kita, kota kita akan ada dalam suasana persaudaraan yang tak kunjung usai. Kita akan bangga karena melihat regenerasi kita hidup sacara sopan dalam sebuah keberagaman yang murni penuh cinta, serta beritme prikemanusiaan. Sebaliknya, jika kita memilih untuk memprovokasikan permusuhan, maka konsekuensinya; kita akan hancur tak terkendali. Kita hanya bisa hidup sengsarah untuk selamanya, dan sudah pasti regenerasi kita akan hancur pula. Mereka tidak memiliki kapasitas yang baik dalam dunia pendidikan, dan tidak mampu produktif bersaing di mana pun mereka ada.
Dari hal ini, saya merasa jika ada bersama untuk melihat dan menolong yang lain, maka mesti terikat dengan yang lain itu. Sebab, bagi saya ada jiwa kehidupan yang didapat ketika mampu melihat serta menangani yang lain. Yang lain itu adalah yang tidak seiman dengan saya. Yang tidak se-suku dengan saya. Dan yang lain itu adalah berjiwa kehidupan bagi saya. Lebih daripada itu, ketika saya membantu seseorang, maka saya harus membebaskan diri dari keangkuhan, kesombongan, keinginan memperoleh sesuatu melalui bantuan itu, dll (silahkan ditambahkan sendiri). karena membantu yang sesungguhnya adalah melayani, melayani itu tanpa syarat.
Akhirnya, bagi siapa saja yang hendak datang untuk melihat dan menangani yang lain, sebaiknya bagunlah terlebih dahulu kesepakatan dengan diri sendiri, pikiran, bahkan hati. Itu tidak mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar